Kamis, 24 Oktober 2013

FATWA HAJI DAN UMROH (Tentang Shalat Dua Rakaat Ihram)

SHALAT DUA RAKAAT IHRAM BUKAN SYARAT SAHNYA IHRAM

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah sah ihram haji atau ihram umrah dengan tanpa melaksanakan shalat dua rakaat ihram ? Dan apakah mengucapkan niat ihram juga sebagai syarat sahnya ihram ?

Jawaban
Shalat sebelum ihram bukan sebagai syarat sahnya ihram, tapi hukumnya sunnah menurut mayoritas ulama. Adapun caranya adalah dengan wudhu dan shalat dua rakaat kemudian niat dalam hati apa yang ingin dilakukan dari haji atau umrah dan melafazkan hal tersebut dengan mengucapkan, "Labbaik Allahuma umratan " jika untuk umrah saja, atau "Labbaik Allahumma hajjatan " jika ingin haji saja, atau "Labbaykallumma hajjan wa 'umratan " jika ingin melaksanakan haji dan umrah sekaligus (haji qiran) seperti dilakukan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dana para sahabatnya, semoga Allah meridhai mereka. Namun niat seperti tersebut tidak harus dilafazkan dalam bentuk ucapan, bahkan cukup dalam hati, kemudian membaca talbiyah.

"Artinya : Aku penuhi panggilan-Mu, ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, dengan tanpa menyekutukan apa pun kepada-Mu. Sungguh puji, nikmat, dan kekuasaan hanya bagi-Mu tanpa sekutu apapun bagi-Mu".

Talbiyah ini adalah talbiyah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti disebutkan dalam shahih Bukhari dan shahih Muslim serta kitab-kitab hadits lain.

Sebagai dalil jumhur ulama bahwa shalat dua raka'at hukumnya sunnah, bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ihram setelah shalat, maksudnya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam shalat Dzhuhur kemudian ihram dalam haji wada' dan beliau berkata : "Datang kepadaku seseorang (malaikat) dari Rabbku dan berkata, "Shalatlah kamu di lembah yang diberkati ini dan katakan : 'Umrah dalam haji'". Jumhur ulama mengakatan bahwa hadits ini menunjukkan disyari'atkannya shalat dua rakaat dalam ihram.

Tapi sebagian ulama mengatakan, bahwa dalam hadits tidak terdapat nash (teks) yang menunjukkan diperintahkannya shalat dua rakaat ihram. Sebab redaksi : "Datang kepadaku seseorang (malaikat) dari Rabbku dan berkata, "Shalatlah kamu di lembah yang diberkati ini" boleh jadi bahwa yang dimaksud adalah shalat wajib lima waktu dan bukan nash tentang shalat dua rakaat ihram. Sedangkan keberadaan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam ihram setelah shalat wajib adalah tidak menunjukkan bahwa jika seseorang ihram umrah atau ihram haji setelah shalat adalah lebih utama jika dia dapat melakukan hal tersebut.


[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustakan Imam Asy-Syafi'i hal 80 - 83. Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Fatwa Haji dan Umrah ( Tempat Niat dalam Hati )

Fatwa Haji dan Umrah

TEMPAT NIAT DALAM HATI DAN SUNNAH MENGUCAPKAN KETIKA DALAM HAJI

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz
Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Apakah niat ihram harus diucapkan dengan lidah ? Dan bagaimana cara niat haji karena mewakili orang lain ?

Jawaban
Tempat niat di dalam hati, bukan di lisan. Caranya adalah agar sesorang niat dalam hatinya bahwa dia akan haji atas nama fulan bin fulan. Demikian itulah niat. Namun untuk itu dia disunnahkan melafazkan seperti dengan mengatakan : "Labbaik Allahumma Hajjan an Fullan " (Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk haji atas nama fulan), atau "Labbaik Allahumma 'Umratan 'an Fulan " (Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah atas nama Fulan) hingga apa yang ada dalam hati dikuatkan dengan kata-kata. Sebab Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam melafazkan haji dan juga melafazkan umrah. Maka demikian ini sebagai dalil disyari'atkannya melafalkan niat karena mengikuti Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Sebagaimana para sahabat juga melafazkan demikian itu seperti diajarkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka mengeraskan suara mereka. Ini adalah sunnah. Tapijika seseorang tidak melafazkan dan cukup niat dalam hati dan melaksanakan semua rukun haji seperti apa yang dilakukan untuk dirinya sendiri dengan talbiyah secara mutlak dan mengulang-ngulang talbiyah secara mutlak tanpa menyebutkan fulan dan fulan sebagaimana dia talbiyah untuk dirinya sendiri, maka seakan dia haji untuk dirinya sendiri. Tapi jika menentukan nama orang dalam talbiyahnya, maka demikian itu talbiyah yang utama, kemudian dia melanjutkan talbiyah sebagaimana dilakukan orang-orang yang haji dan umrah, yaitu :

"Artinya : Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah dan tiada sekutu apapun bagi-Mu. Sesungguhnya puji, nikmat dan kekuasaan hanya bagi-Mu tanpa sekutu apapun bagi-Mu. Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu. Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, Rabb kebenaran"

Maksudnya, dia membaca talbiyah sebagaimana dia membaca talbiyah untuk dirinya sendiri dengan tanpa menyebutkan seseorang yang diwakili kecuali dalam awal ibadah dengan mengatakan : "Labbaik Allahumma Hajjan an Fulan " (Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk haji atas nama Fulan), atau : "Labbaik Allahumma 'Umratan 'an Fulan " ( Ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu untuk umrah si Fulan), atau : "Labbaikallahumma hajjan wa 'umratan 'an Fulan " (Ya Allah aku penuhi panggilan-Mu untuk haji dan umrah atas nama Fulan). Niat-niat seperti ini yang utama dilakukan pada awal niatnya ketika ihram.


[Disalin dari Buku Fatwa-Fatwa Haji dan Umrah oleh Ulama-Ulama Besar Saudi Arabia, Penyusun Muhammad bin Abdul Aziz Al-Musnad, terbitan Pustakan Imam Asy-Syafi'i hal 80 - 83. Penerjemah H.Asmuni Solihan Zamakhsyari Lc]

Amalan-amalan pada Tanggal 13 Dzulhijjah.

Makah
Makkah
Adapaun amalan-amalan yang dilakukan pada tanggal 13 Dzulhijjah adalah :

  • Memperbanyak berdzikir dan amal-amal shalih.
  • Melempar jumrah yang tiga (sughra, wustha dan kubra) setelah masuknya waktu Zhuhur.
  • Dalam melempar jumrah-jumrah itu, lakukan seperti apa yang dilakukan pada dua hari yang sebelumnya.
  • Setelah melempar jumrah pada hari ini (tanggal 13 Dzulhijjah), bertolak meninggalkan Mina, dan ini dinamakan “Nafar Tsani”.
  • Jika hendak kembali ke negeri asal, maka lakukanlah thawaf wada’ untuk meninggalkan Baitullah, kecuali wanita yang sedang haidh atau nifas, maka mereka diberi keringanan untuk tidak mengerjakan thawaf wada’, Wallaahu Ta’ala a'lam.
  • Amalan-amalan pada Tanggal 12 Dzulhijjah.

    arafah
    Arafah
    Berikut amalan-amalan pada Tanggal 12 Dzulhijjah:

  • Setelah mabit, hendaklah jama’ah haji memanfaatkan waktunya untuk ber-dzikir mengingat Allah dan mengerja-kan amal-amal kebaikan lainnya.
  • Melempar jumrah yang tiga (sughra, wustha dan kubra) setelah zawal (setelah masuknya waktu Zhuhur) dan lakukan seperti apa yang dilakukan pada tanggal 11 Dzulhijjah.
  • Berdo’a setelah melempar jumrah sugh-ra dengan do’a yang panjang, demikian pula setelah melempar jumrah wustha.
  • Jika selesai melempar ketiga jumrah tersebut dan hendak kembali ke negeri-nya, maka hal itu dibolehkan dan keluarlah dari Mina sebelum matahari terbenam, lalu thawaf wada’, kemudian berangkatlah meninggalkan kota Makkah. Keluar dari Mina pada hari ini (tanggal 12 Dzulhijjah) dinamakan “Nafar Awwal”.
  • Namun, melanjutkan mabit (menginap) di Mina pada malam 13 Dzulhijjah adalah lebih afdhal, karena Nabi Shalallaahu alaihi wasalam melakukan hal itu.
  • Amalan-amalan pada Tanggal 11 Dzulhijjah.

    Jamarat
    Jamarat

    Beberapa amalan pada Tanggal 11 Dzulhijjah yaitu :
  • Mabit (menginap) di Mina pada tanggal 10 malam.
  • Berupaya untuk senantiasa shalat berjama’ah.
  • Memperbanyak takbir pada setiap kondisi dan waktu baik di kemah, di pasar atau di jalan-jalan.
  • Melempar jumrah yang tiga (sughra, wustha dan kubra) setelah matahari tergelincir (setelah masuknya waktu Zhuhur).
  • Mengawali melempar “jumrah sughra”, kemudian “jumrah wustha”, kemudian “jumrah kubra/jumrah 'Aqabah”.
  • Setiap jumrah dilempari dengan tujuh buah batu kecil secara berurutan, dan setiap lemparan disertai dengan meng-ucap “Allaahu Akbar”.
  • Merupakan Sunnah, tatkala melempar ketiga jumrah tersebut dengan menjadikan posisi kota Makkah berada di sebelah kiri pelempar, dan Mina disebelah kanannya.
  • Setelah melempar jumrah sughra dan jumrah wustha disunnahkan untuk berdo’a sambil menghadap ke arah kiblat dengan do’a yang panjang pada masing-masing jumrah tersebut. Sebagaimana yang dilakukan oleh Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam .
  • Kemudian melempar jumrah 'Aqabah sebagaimana pada dua jumrah sebelumnya. Akan tetapi, setelah melempar jumrah 'Aqabah tidak berdo’a sebagaimana pada dua jumrah seb
  • Amalan-amalan pada Tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Nahar/'Idul Adhha)

    Muzdalifah
    Muzdalifah

    Amalan-amalan pada Tanggal 10 Dzulhijjah (Hari Nahar/'Idul Adhha) yaitu :
  • Para jama’ah haji harus shalat Shubuh di Muzdalifah, terkecuali kaum lemah dan para wanita.
  • Usai shalat Shubuh menghadap ke arah kiblat untuk memuji Allah, bertakbir, bertahlil, (mentauhidkan Allah) dan berdo’a kepada-Nya hingga terang benderang.
  • Berangkat menuju ke Mina sebelum matahari terbit dengan penuh ketenangan sambil bertalbiyah.
  • Jika tiba di wadi (lembah) "Muhassir" , langkah dipercepat jika memung-kinkan.
  • Menyiapkan batu untuk melempar jumrah yang diambil dari Muzdalifah atau dari Mina.
  • Melempar jumratul 'Aqabah dengan tujuh batu kecil secara berturut-turut sambil membaca "Allaahu Akbar" pada setiap lemparan.
  • Setelah melempar jumratul 'Aqabah berhenti dari talbiyah.
  • Menyembelih binatang hadyu dan memakan sebagian dari dagingnya dan sebagian lainnya dibagi-bagikan kepada para fuqara’. Penyembelihan hadyu ini hanya diwajibkan kepada jama’ah haji yang mengerjakan haji Tamattu dan haji Qiran.
  • Bagi yang tidak menyembelih “hadyu” diwajibkan berpuasa sepuluh hari, 3 hari pada masa haji dan 7 hari setelah kembali ke kampung halaman.
  • Puasa tiga hari tersebut boleh dikerja-kan pada hari-hari Tasyriq (11,12 dan 13 Dzulhijjah)
  • Mencukur rambut atau memendekkannya, dan bagi yang memendekkannya, harus mencakup seluruh kepala, namun lebih afdhal ketika mencukur/menggunting pendek hendaknya memulai dari bagian kepala sebelah kanan.
  • Bagi wanita, menggunting pendek rambutnya sepanjang satu ruas jari. Jika telah mencukur atau menggunting pendek rambut kepala, berarti telah bertahallul dengan tahallul yang per-tama dan dengan demikian anda telah dibolehkan untuk mengerjakan lara-ngan-larangan ihram kecuali mengum-puli isteri.
  • Tahallul pertama dapat terlaksana dengan mengerjakan dua dari tiga hal dibawah ini:
    1. Melempar jumratul 'Aqabah.
    2. Mencukur/memendekkan rambut kepala.
    3. Melaksanakan thawaf Ifadhah.
    • Menuju Makkah untuk melaksanakan thawaf Ifadhah tanpa berlari-lari kecil pada tiga putaran pertama, kemudian shalat dua rakaat sunnah thawaf.
    • Melaksanakan sa’i haji diantara Shafa dan Marwah bagi yang mengerjakan haji Tamattu’. Demikian pula bagi mereka yang melaksanakan haji Qiran atau haji Ifrad, apabila belum melaksa-nakan sa’i setelah thawaf Qudum, maka mereka wajib melakukan sa’i setelah thawaf Ifadhah. Adapun jika telah melaksanakan sa’i setelah thawaf Qudum, maka mereka tidak mengerjakan sa’i lagi setelah thawaf Ifadhah.
    • Dengan selesainya melaksanakan thawaf Ifadhah dan sa’i haji, berarti telah bertahallul secara sempurna dan seluruh larangan ihram telah dibolehkan.
    • Minum air zam-zam dan shalat Zhuhur di Makkah jika memungkinkan.
    • Menginap di Mina pada malam hari-hari Tasyriq.

    Amalan-amalan pada Tanggal 9 Dzulhijjah.

    Amalan-amalan pada Tanggal 9 Dzulhijjah.
    • Sesudah shalat Shubuh di Mina dan setelah matahari terbit, berangkat menuju 'Arafah sambil bertalbiyah atau bertakbir.
    • Dimakruhkan berpuasa pada hari ini karena Nabi Shalallaahu alaihi wasalam ketika wuquf di 'Arafah, beliau tidak berpuasa dan telah diberikan kepada beliau satu bejana susu segar, lalu beliau meminumnya.
    • Jika memungkinkan, -sebelum wuquf di 'Arafah- turun sebentar di Namirah hingga masuk waktu Zhuhur.
    • Mendengarkan khutbah Imam di Na-mirah, lalu mengerjakan shalat Zhuhur dan 'Ashar, di jamak taqdim dan di qashar dengan satu adzan dan dua iqa-mah.
    • Setelah shalat, memasuki padang 'Ara-fah untuk melaksanakan wuquf, dan setiap jama'ah haji harus benar-benar memperhatikan apakah dia telah berada di lokasi 'Arafah atau masih di luar padang 'Arafah.
    • Ketika wuquf, berupaya semaksimal mungkin untuk benar-benar konsen-trasi dalam berdzikir, berdo'a dan merendahkan diri dihadapan Allah dengan penuh kekhusyu'an.
    • Seluruh padang 'Arafah adalah tempat wuquf, namun jika seseorang menjadikan "Jabal Rahmah" berada di antaranya dan di antara kiblat, maka hal itu lebih afdhal.

    • Mendaki ke puncak "Jabal Rahmah" bukan merupakan sunnah Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam ketika wuquf di 'Arafah.
    • Menghadap ke arah kiblat ketika ber-do'a sambil mengangkat kedua tangan dengan penuh kekhusyu'an, hingga matahari terbenam.
    • Memperbanyak membaca:

    لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُوَ هُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ


    "Tiada Ilah yang sebenarnya melainkan hanya Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya segala kekuasaan dan pujian, dan Dia berkuasa atassegala sesuatu."
    • Memperbanyak shalawat kepada Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam .
    • Tidak keluar dari 'Arafah kecuali setelah matahari terbenam.
    • Setelah matahari terbenam, bertolak ke Muzdalifah dengan penuh ketenangan, dan apabila terdapat keluasan, agar mempercepat langkahnya/kendaraan-nya.
    • Shalat Maghrib dan 'Isya’ di Muzdalifah dengan di jamak dan di qashar (shalat Maghrib 3 rakaat dan shalat 'Isya’ 2 rakaat) dengan satu adzan dan dua iqamah.
    • Mabit (menginap) di Muzdalifah hingga terbit fajar, adapun bagi kaum lemah dan para wanita dibolehkan untuk bertolak ke Mina setelah pertengahan malam.